Bulan April selalu mengingatkan kita kepada seorang pejuang perempuan yang dengan gigih memperjuangkan cita-citanya. Dari surat-suratnya yang ditujukan kepada sahabatnya nyatalah perjuangan Kartini bukan hanya untuk kepentingan pribadi melainkan untuk kaumnya, bahkan untuk rakyat dan negaranya. Di usia yang masih sangat belia pemikiran-pemikirannya telah mampu menilai berbagai macam ketidakadilan yang melanda kaumnya. Sekilas kisah hidup R A Kartini berikut ini semoga menginspirasi kita.
 
A. Masa Kecil Raden Ajeng Kartini
Kartini lahir pada tanggal 28 Robiul Akhir tahun Jawa 1808 atau 21 April 1879 di Mayong Kabupaten Jepara. Ayahnya R.M. Adipati Ario Sosroningrat adalah Bupati Jepara yang memiliki kekuasaan besar. Kartini kecil bersekolah Belanda di Jepara. Dimasa sekolah Kartini merasa bebas, waktu sudah berumur dua belas tahun Kartini dipingit. Orang tua Kartini memegang adat memingit dengan teguh meskipun dalam hal lain sudah maju.. Melalui surat-menyurat dengan para sahabatnya ia sampaikan keprihatiannya akan persoalan yang tengah meililit bangsanya, keprihatinan atas nasib kaum wanita serta gagasan dan cita-cita besar yang ingin diraihnya. Adat istiadat pada waktu itu perempuan tidak boleh berpendidikan, perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah dan tidak boleh menduduki jabatan di dalam masyarakat. Perempuan tidak boleh punya kemauan dan bersedia dikawinkan dengan pilihan orang tuanya. Inilah yang nantinya akan diperjuangkan R.A Kartini“Selama ini hanya satu jalan bagi gadis Bumiputera akan menempuh hidup ialah kawin” (surat kepada Nona Zeehandelar, 23 Agustus 1900).
 
B. Perannya Kartini dalam Memerangi Kebodohan
Empat tahun lamanya Kartini dipingit tiada diizinkan keluar. Waktu Kartini sudah berumur 16 tahun Kartini dibebaskan dari pingitan dan setelah itu ia dipingit kembali. Bersama adiknya ia bercita-cita mendirikan sekolah. Kegemaran Kartini adalah membaca dan menulis,banyak surat surat yang dikirim kepada para sahabatnya yang berisi keprihatinan serta cita-citanya. Dalam merealisasikan cita-citanya Kartini mendirikan sekolah khusus.Untuk membuka sekolah yang dibantu pemerintah, tidak terealisasi sehingga Kartini hanya melanjutkan sekolah yang diberikan keluarganya. Justru karena itu ia dapat memberikan pelajaran agama yang dalam kurikulum pemerintah tidak ada. Pada tanggal 8 Agustus 1900 Kartini berkenalan dengan Mr. Abandanon yang kemudian jalan cita-cita Kartini banyak terbimbing olehnya dan istrinya. Pada tahun 1902 Kartini berkenalan dengan Tuan Van Kol dan istrinya. Ia menyampaikan keinginannya untuk pergi menuntut ilmu ke Negeri Belanda. Pada tanggal 25 Januari 1903 Mr. Abendanon berkunjung ke Jepara dan menasihati Kartini agar tidak pergi ke Belanda karena hanya akan merugikan cita-citanya. Kemudian ia mengajukan usul untuk sekolah guru di Batavia. Keinginannya untuk belajar sebenarnya telah mendapatkan izin dari pemerintah Belanda. Kepergian ke Batavia dan ke Belanda pun gagal karena ia akan segera menikah.
 
C. Masa Pergulatan Spiritualitas Kartini adalah seorang pemeluk agama yang kuat
Para leluhurnya baik dari keturunan ayah maupun ibunya adalah orang yang kuat memegang agamanya. Kartini pada mulanya mencari agama dan adat istiadatnya, pandangannya selalu ke Barat. Awalnya ia hendak berontak, ingin segera mewujudkan cita-citanya lambat laun ia menjadi sabar dan tawakal, pandai menahan diri, pandai melihat kebaikan adat istiadat dan agamanya. “Alangkah bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaan disamping kami” (surat kepada tuan EC Abendanon, 15 Agustus 1902) Kemudian Kartini insaf akan perubahan di dalam jiwanya. Keteguhan akan keyakinannya tertulis dalam surat kepada Ny. Abendanon 12 Oktober 1902. “Dan saya menjawab. Tidak ada Tuhan kecuali Alloh. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Alloh SWT dan kami tetap beriman kepadaNya. Kami ingin mengabdi kepada Alloh bukan kepada manusia jika sebaliknya tentunya kami sudah memuja orang bukan Alloh” Surat tanggal 1 Agustus 1903 “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi yaitu hamba Alloh (Abdullah)” Pada tanggal 8 November 1903 Raden Ajeng Kartini menikah dengan R. Adipati Djaya Adiningrat Bupati Rembang sebagai istri kedua setelah istri pertama Bupati Rembang tersebut meninggal. Pernikahannya merupakan salah satu bentuk baktinya kepada orang tuanya dan masyarakat. Sebab dengan menikah Kartini akan lebih dihargai dan lebih leluasa dalam mewujudkan cita-citanya. Pada saat pernikahan, R.A. Kartini mendapat hadiah dari Kiai Haji Muhammad Soleh bin Umar ulama besar dari darat Semarang sebuah terjemahan Al Qur’an berbahasa Jawa Faizhur Rohman Fit Tafsiral Qur’an Jilid I yang terdiri dari 13 Juz. Berawal dari kekecewaan Raden Ajeng Kartini akan agama Islam menyangkut metode pengajaran Al Qur’an yang pada waktu itu hanya sebagai hafalan dan tak boleh ditafsirkan. Kartini resah tak memahami dan mencintai Al Qur’an. Hingga pada suatu hari, Kartini berkunjung ke rumah pamannya seorang Bupati Demak yang sedang mengadakan pengajian bulanan. Dari balik Tabir Kartini mendengarkan penjelasan K.H. Mohammad Soleh. Kartini sangat tertarik dengan penjelasan Kyai Soleh. Kepada Kyai Soleh Kartini menyatakan kerinduannya akan tafsir Al Qur’an agar dapat dipelajarinya. Berkat pertemuannya dengan Kartini, Kyai Soleh tergugah untuk menterjemahkan Al Qur’an. Hasilnya, sebagaimana yang dihadiahkan kepada Kartini yakni tafsir Faizhur Rohman Fittafsir Al Qur’an. Kyai Soleh meninggal sebelum karya besarnya selesai. Pemahaman akan Al Qur’an surat Al Baqoroh ayat 257 yaitu ”Minadz zhulumati ilan nur” yang berarti dari gelap kepada cahaya sangat mengesankan mengilhami surat-suratnya menjelang wafatnya. Kartini banyak sekali mengulang kata tersebut. Karena itulah kumpulan surat-surat Kartini oleh Abendanon dinamai Door Duisternistot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang)
 
D. Di Akhir Hidup Raden Ajeng Kartini
Ada tiga hal yang membuat Kartini dan surat-suratnya sangat menarik yakni : Cita-cita hidupnya, perjuangan dan jalan rohaninya dan gaya bahasanya Beberapa hari sebelum meninggal ia masih menulis surat untuk para sahabatnya. Surat yang berisi cita-cita dan susana hatinya. Kartini wafat dalam usia yang sangat muda yaitu 25 tahun ,empat hari setelah melahirkan anak laki-lakinya R. Singgih Susalit pada tanggal 13 September 1904. Kartini pulang ke Rahmatulloh berpisah dengan orang yang disayanginya. Kartini wafat sebelum usai pencarian dan perjuangannya. Namun dalam usia yang singkat itu ia telah menorehkan jejak panjang. Perjuangan batinnya mencari kebenaran telah membuahkan hasil meskipun ia sendiri tidak dapat menyaksikannya. Ia wafat dalam keadaan tetap berpegang teguh terhadap Islam.
 
Klirong, 20 April 2013 Sumber Rujukan Armyn Pane.2000. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta : Balai Pustaka Majalah Hidayatulloh Edisi 12/Th. XIII April 2001/Muharrom 1421 H
http://mtamim.wordpress.com/2007/09/17/kartini-dan-islam

Facebook Comments

0 Komentar

TULIS KOMENTAR

Alamat email anda aman dan tidak akan dipublikasikan.